Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, penggunaan microservices menjadi semakin populer seiring banyaknya organisasi dengan pendekatan DevOps dan proses testing berkelanjutan. 

Perusahaan besar seperti Amazon, Netflix, dan diikuti perusahaan lainnya, berupaya menjadi lebih agile ketika mengembangkan perangkat lunak. Caranya, mereka berpindah dari arsitektur monolitik yang memiliki banyak keterbatasan ke microservices yang lebih fleksibel. 

Namun, apa itu microservices?

Singkatnya, microservices adalah metode pengembangan aplikasi yang membagi prosesnya menjadi unit-unit terpisah yang dapat di-deploy, dikelola, dan dikembangkan sendiri-sendiri.

Lalu, apa saja kelebihan microservices dalam pembuatan aplikasi?

Apa itu Microservices?

Microservices adalah pendekatan dalam mengembangkan aplikasi dan perangkat lunak yang melakukan breakdown pada proses pembuatan aplikasinya menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. 

Setiap komponen microservice memiliki fungsi tersendiri dan terdiri dari CPU, environment, dan tim developer-nya sendiri. Oleh karena itu, setiap komponen microservice memiliki keunikan masing-masing, dan dapat berjalan serta berkomunikasi dengan serangkaian layanan lainnya melalui API.

Apa itu microservices?

Contohnya, jika kamu menggunakan aplikasi e-commerce untuk berbelanja online. Kamu menggunakan fitur search bar untuk mencari produk. Search bar tersebut merepresentasikan sebuah layanan. 

Selain search bar, kamu juga mungkin menambahkan produk ke keranjang dan melakukan proses checkout. Nah, hal tersebut juga termasuk layanan. Oleh karena itu jika digabungkan, semua microservices tersebut dapat menjadi sebuah aplikasi yang fungsional.

Ketika komponen-komponen aplikasi dipecah demikian, tim development dan operations dapat bekerja sama tanpa menyusahkan atau menghalangi satu sama lain. Sejumlah fitur yang berbeda juga dapat dikerjakan atau dikembangkan secara bersamaan, sehingga proses pengembangan aplikasi dapat menjadi lebih cepat. 

Baca Juga: Apa itu Cloud Computing? Pengertian, Jenis Layanan, dan 5 Kelebihan Menggunakannya

Apa Perbedaan Arsitektur Monoservices dan Arsitektur Monolitik?

Pada awalnya, pengembangan aplikasi lebih umum menggunakan arsitektur monolitik. Arsitektur monolitik adalah pendekatan pengembangan aplikasi yang mengandalkan satu basis kode. 

Dengan arsitektur monolitik ini, pengembangan aplikasi menjadi lebih kompleks karena semua fungsi dan layanan dalam suatu aplikasi beroperasi sebagai satu kesatuan tunggal. 

Jika kita ingin mengembangkan fitur baru, kita juga harus mengotak-atik bagian lain dari aplikasi yang sebenarnya tidak terkait dengan fitur baru tersebut.

Hal ini meningkatkan risiko kesalahan dan memperlambat proses pengembangan. Selain itu, jika terjadi kegagalan pada suatu sistem, pengaruhnya dapat menyebar ke seluruh aplikasi, sehingga gangguan menjadi lebih luas. 

Jika satu bagian dari aplikasi membutuhkan peningkatan sumber daya, kamu harus meningkatkan skala seluruh aplikasi. Hal ini membuat skalabilitas menjadi terbatas.

Dengan arsitektur microservice, setiap fitur atau fungsi dalam aplikasi dirancang agar dapat bekerja secara mandiri. Dengan begitu, jika tim developer ingin membangun atau mengembangkan fitur baru untuk mengikuti kebutuhan bisnis, prosesnya dapat dilakukan cepat tanpa mengganggu keseluruhan aplikasi tersebut.

Arsitektur monolitik cocok untuk kamu yang ingin mengerjakan proyek kecil. Namun, untuk proyek besar atau aplikasi dengan jumlah user yang banyak, microservices menjadi pilihan yang lebih fleksibel dan lebih mudah di-maintain

Perbedaan microservices dan monolith

Karakteristik Monoservices

Berikut karakteristik monoservices dan yang membedakannya dari arsitektur monolitik:

  • Terspesialisasi

Setiap layanan dirancang dengan sejumlah kemampuan dan berfokus pada pemecahan masalah tertentu. 

Jika para developer menyumbangkan lebih banyak kode ke suatu layanan, seiring berjalannya waktu dan layanan tersebut menjadi kompleks, maka dapat dibagi menjadi layanan-layanan yang lebih kecil.

  • Terdiri dari banyak komponen independen

Perangkat lunak yang dikembangkan dengan arsitektur microservices dibagi menjadi berbagai komponen yang memiliki layanan (service) yang berbeda tetapi bekerja bersama dan saling berkomunikasi melalui API. 

  • Dirancang untuk bisnis

Komponen microservice dirancang secara individu dan disesuaikan dengan kemampuan bisnis. Karena setiap fitur hanya menjalankan satu fungsi, jadi semakin mudah jika ingin mengembangkan dan mengelola fitur-fitur baru. 

Semakin banyak fitur yang memenuhi kebutuhan bisnis, maka akan semakin menarik bagi pelanggan. 

  • Meminimalisir Risiko Kegagalan Aplikasi

Dengan arsitektur microservices, berbagai layanan berbeda saling berkomunikasi dengan satu sama lain. Tetapi, jika ada satu layanan yang mengalami kegagalan, tidak akan langsung berdampak kepada keseluruhan aplikasi. 

Selain itu, karena kegagalan yang terjadi telah terisolasi, layanan lain dalam aplikasi tidak akan terdampak. 

  • Memiliki Proses Routing yang Sederhana

Komunikasi antar satu layanan dengan yang lainnya bersifat langsung dan tidak rumit. Hal ini membuat microservice tangkas, fleksibel, mudah untuk di-maintain dan diskalakan. 

Baca Juga: 3 Fungsi Cloud Computing yang Perlu Kamu Ketahui

Apa Kelebihan Microservices?

Berikut kelebihan menggunakan microservices dalam pengembangan aplikasi:

  • Cepat beradaptasi dengan kebutuhan bisnis 

Dengan arsitektur microservices, siklus pengembangan aplikasi dapat dilaksanakan lebih cepat, sehingga dapat lebih cepat pula mengembangkan fitur-fitur baru atau melakukan updates yang lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna. 

  • Memiliki skalabilitas yang tinggi

Jika ada permintaan lebih untuk beberapa layanan kamu, arsitektur microservices memungkinkan peningkatan skalabilitas dengan relatif mudah. 

Ketika permintaan terhadap satu atau beberapa layanan meningkat, kamu dapat meningkatkan kapasitasnya dengan cepat tanpa harus mengganggu seluruh aplikasi.

  • Mudah di-deploy

Aplikasi yang dibuat dengan pendekatan microservices cenderung lebih ringan dan sederhana dibandingkan dengan aplikasi yang dikembangkan dengan pendekatan monolitik, sehingga lebih mudah untuk di-deploy. 

  • Fleksibel

Microservices memberikan fleksibilitas kepada developer untuk memilih berbagai jenis database atau teknologi penyimpanan data yang paling sesuai dengan kebutuhan setiap layanan. Dengan begitu, Developer dapat menggunakan beragam database dalam satu aplikasi yang sama, misalnya SQL dan NoSQL.

  • Mendukung adopsi DevOps

Microservices mendorong adopsi praktik DevOps, memungkinkan tim untuk mengembangkan, menguji, dan men-deploy layanan secara independen. Praktik continuous integration dan continuous deployment (CI/CD) dalam pengembangan aplikasi umumnya digunakan untuk mengotomatisasi proses pengiriman dan manajemen microservices.

Contoh Microservices

Berikut contoh adopsi microservices oleh beberapa perusahaan terkenal:

  • Amazon

Amazon memanfaatkan teknologi microservices

Amazon adalah e-commerce dengan 300 juta pelanggan aktif dan lebih dari 1,9 juta merchant. Kekuatan Amazon untuk menarik konsumen sebanyak itu tentu tak lepas dari keandalan web atau apps-nya.

Pada awalnya, Amazon beroperasi dengan arsitektur monolitik. Namun, seiring dengan lonjakan jumlah pelanggan dan perkembangan bisnisnya, arsitektur ini mulai menimbulkan masalah terkait pengembangan, pemeliharaan kode, dan keterkaitan layanan.

Akibatnya, Amazon memutuskan untuk beralih ke arsitektur microservices, yang memungkinkan berbagai layanannya beroperasi secara independen.

Sebagai hasilnya, Amazon sekarang memiliki tim pengembang terpisah yang bertanggung jawab untuk mengelola fungsi-fungsi tertentu, seperti fitur “Masukkan ke Keranjang”, penggunaan voucher, dan lain-lain.

Dengan membentuk tim khusus dan memberikan wewenang pengembangan, Amazon telah memposisikan dirinya untuk memeriksa dan mengatasi sejumlah masalah dengan detail dan akhirnya, dengan lebih efisien.

  • Netflix

Netflix memanfaatkan metode microservices

Siapa yang tidak tahu Netflix? Salah satu media streaming online terpopuler ini adalah salah satu perusahaan pertama yang mengadopsi pendekatan microservices untuk layanannya. Oleh karena itu, Netflix dianggap pula sebagai role model untuk perusahaan berbasis cloud.

Migrasi Netflix dari arsitektur monolitik ke arsitektur microservices awalnya didasari peningkatan data dan pengguna yang semakin banyak dan menjadi sulit ditampung di data center mereka pada kala itu. 

Solusinya, Netflix melakukan migrasi ke cloud, yang memungkinkan peningkatan skala secara cepat tanpa mengganggu pengguna Netflix.

Ketika beralih ke cloud, Netflix berhasil membagi aplikasi monolitiknya menjadi ratusan microservices. Dengan 239,39 juta pengguna, saat ini, Netflix memiliki lebih dari 1000 microservices, masing-masing mengelola bagian aplikasi yang berbeda. 

Arsitektur microservices memungkinkan aplikasi untuk beradaptasi dengan perubahan dalam permintaan secara lebih fleksibel dan efisien dibandingkan dengan pendekatan monolitik tradisional. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memberikan pengalaman yang lebih responsif kepada pengguna dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya IT mereka.

Dapat kita lihat dari studi kasus Netflix dan Amazon, pengembangan aplikasi dengan pendekatan microservices juga tidak lepas dari arsitektur cloud native. Sebelum migrasi ke cloud, salah satu hal yang paling penting adalah memilih penyedia layanan cloud yang tangkas dan dapat diandalkan seperti DCloud. 

Pendekatan microservices juga digunakan oleh DCloud

DCloud menyediakan berbagai layanan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari public cloud, private cloud, government cloud, bahkan SAP on cloud. 

Layanan cloud computing DCloud memiliki fitur bawaan anti-DDoS, platform self-service yang ramah pengguna, dan dikelola oleh tenaga ahli bersertifikasi standar cloud computing internasional. 

DCloud juga menawarkan promo gratis migrasi ke cloud, sehingga kamu tinggal terima beres. Yuk, kunjungi landing page DCloud untuk mempelajari lebih lanjut!

Baca Juga: Jelajahi DCloud Lebih Dalam: Pelajari Produk, Solusi, dan Layanan Komputasi Awan Terkelola

About The Author

Write A Comment